Bulan syawal yang merupakan bulan
kemenangan bagi umat Islam telah kita lewati, manusia yang diterima ibadah
puasanya selama ramdhan dibulan itu dianggap kembali suci, namun tampa terasa
tinggal hitungan minggu, keimanan dan kesucian manusia akan diuji dengan
kepedulian sosialnya, yakni: pada bulan
Dzulhijjah, pada bulan ini ada dua perkara besar yang dianjurkan dalam
Islam, yaitu ibadah haji dan ibadah
qurban. Menurut ulama, (Malik, Syafi’i,
Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain), hukum ibadah qurban adalah sunah mu’akkadah. Artinya, ibadah yang sangat dianjurkan/ditekankan
bagi orang muslim yang mampu. Ketentuan mampu di sini, tidak selalu identik
dengan orang kaya. Dalam pandangan mazhab Syafi’i, bila seorang masih mempunyai
sejumlah uang di luar kebutuhan dan biaya hidupnya pada hari raya dan tiga hari
berikutnya (ayyamut tasyriq), maka berlaku baginya anjuran berkurban. Ibadah
qurban ini mulai diperintahkan oleh Allah swt. pada tahun ke-2 Hijrah,
bersamaan dengan diperintahkanya salat hari raya, zakat maal, dan zakat fitrah.
Ibadah haji, qurban juga mengingatkan kembali pada kisah
keteguhan Nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt, untuk menyembelih
anaknya, Ismail as. Sebagai seorang Nabi, Ibrahim as tidak mungkin mengingkari
perintah Allah swt tersebut. Namun, Nabi Ibrahim as, juga seorang ayah yang
juga tidak tega menyembelih anaknya sendiri. Nabi Ibrahim as, dihadapkan pada
dua pilihan yang dilematis (perintah Allah swt dan kepentingan beliau pribadi).
Akhirnya Ibrahim dialog dengan Ismail dan atas persetujuan anaknya dia
melanjutkan niatnya berkurban. Namun secara tiba-tiba malaikat turun untuk
menggantikan Ismail dengan domba.
Jika kita telaah lebih dalam kisah nabi
Ibrahim as itu, Ibadah qurban mengajarkan dan mendidik kita umat Islam untuk
menjadi umat yang memiliki kepedualian sosial dengan mau mengorbankan hal yang
dimilikinya untuk membantu anak yatim, orang miskin dan orang yang membutuhkan
pertolongan. Kata Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. menjelaskan bahwa ‘Idul Adha
bukanlah sekedar perayaan bersukaria. “Ia adalah hari raya umat Islam untuk
beramal dan beribadah kepada Allah swt, dan untuk meningkatkan keimanan,
ketakwaan, dan sifat tawadhu’ (merendah diri) manusia kepada Allah swt. (http://www.umy.ac.id).
Jadi Ibadah kurban akan sangat dangkal
maknanya jika hanya dimaknai sebatas
penyembelihan atau dengan harapan keselamatan menuju surga. Tapi, juga memiliki
nilai kesalehan sosial yang sangat mulia. Ibadah qurban merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai ketundukan dan kepasrahan seorang hamba atas
khaliqnya. Lantas bagaimanakah mewujud
kesalehan sosial yang terkandung dalam ritual kurban?
Menurut
hemat penulis ada empat makna kesalehan sosial yang terkandung di dalam
ritual qurban yakni: Pertama, ibadah kurban merupakan bentuk kesediaan manusia
untuk mengorbankan harta bendanya demi menggapai ridho Allah melalui kepedulian
untuk membantu meringankan penderitaan orang lain. Meringankan penderitaan
tidak hanya dengan sumbangan materi, tetapi dapat juga dalam bentuk segala
aktivitas dan pemberdayaan dalam rangka menyelesaikan problematika sosial.
Dengan demikian, umat Islam dapat menjalin harmonisasi antara anggota
masyarakat.
Kedua, makna ketundukan Nabi Ibrahim as,
kepada Allah swt dengan menjalankan perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail
as, menginspirasikan kepada kita untuk senantiasa patuh dan sabar kepada
‘atasan’ sang pembuat undang-undang dan aturan yang ada. Sebagai umat Islam
sekaligus warga negara yang baik, kita harus menghargai hukum, undang-undang
dan tata aturan yang berlaku di negeri ini, terlebih lagi mematuhi hukum dan
undang-undang dari Tuhan itu sendiri, baik yang termaktub dalam Alquran maupun
Sunah Nabi.
Ketiga, makna sunnahnya menggumandangkan
takbir saat proses penyembelihan hewan kurban, mengisyaratkan kepada kita bahwa
hanya Allah swt, yang memiliki kekuasaan agung dan absolut. Oleh karenanya,
tidaklah patut para pejabat negara, elit-kekuasaan, elit-politik, elit-ekonomi,
dan manusia elit lainnya, bertindak semena-mena terhadap manusia lain serta
berjalan congkak di muka bumi ini.
Keempat, makna simbolisasi kurban dengan
menyembelih hewan ternak berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan diri seperti
egois, serakah, rakus, menindas, tidak mengenal aturan, norma atau etika, dan
rela membunuh saudara demi keuntungan pribadi. Usaha memperkaya diri sendiri,
memonopoli seluruh sektor perekonomian, korupsi, penindasan terhadap masyarakat
lemah, tidak taat aturan, bertindak amoral, arogan, dan apatis terhadap
realitas sosial masyarakat yang memprihatinkan.
Dengan pemaknaan seperti ini, rangkaian
ibadah haji dan qurban bukan sekadar mengenang peristiwa-peristiwa terdahulu
atau sekadar mengejar surga dan neraka sebagai bentuk kristalisasi kepatuhan kepada
Tuhan. Lebih dari itu, qurban dapat melahirkan pribadi-pribadi yang saleh dan
inovatif yang akan selalu mampu memberikan kontribusi yang konstruktif untuk
kemaslahatan manusia seluruhnya.
Melalui ibadah kurban nilai-nilai
kesalehan dapat selalu kita pupuk sehingga tercipta masyarakat yang memiliki
kepekaan dan solidaritas sosial sehingga tercipta semangat saling menghidupi,
saling menguatkan dan saling menumbuhkan ditengah-tengah masyarakat yang sedang
tertimpa banyak musibah sosial seperti saat ini. Selamat meyambut Hari Raya
Idul Adha 1434 H. Semoga ibadah haji dan kurban yang akan kita lakukan
mengantarkan kita sebagai pribadi yang saleh individual dan sosial.
Tulisan ini pernah diterbit di media cetak (Tanjungpinang Pos 21 September 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar