Jumat, 14 Februari 2014

BERKURBAN WUJUD KESALEHAN SOSIAL



Bulan syawal yang merupakan bulan kemenangan bagi umat Islam telah kita lewati, manusia yang diterima ibadah puasanya selama ramdhan dibulan itu dianggap kembali suci, namun tampa terasa tinggal hitungan minggu, keimanan dan kesucian manusia akan diuji dengan kepedulian sosialnya, yakni:  pada bulan Dzulhijjah, pada bulan ini ada dua perkara besar yang dianjurkan dalam Islam,  yaitu ibadah haji dan ibadah qurban.  Menurut ulama, (Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain), hukum ibadah qurban adalah sunah mu’akkadah. Artinya, ibadah yang sangat dianjurkan/ditekankan bagi orang muslim yang mampu. Ketentuan mampu di sini, tidak selalu identik dengan orang kaya. Dalam pandangan mazhab Syafi’i, bila seorang masih mempunyai sejumlah uang di luar kebutuhan dan biaya hidupnya pada hari raya dan tiga hari berikutnya (ayyamut tasyriq), maka berlaku baginya anjuran berkurban. Ibadah qurban ini mulai diperintahkan oleh Allah swt. pada tahun ke-2 Hijrah, bersamaan dengan diperintahkanya salat hari raya, zakat maal, dan zakat fitrah.



Ibadah haji, qurban  juga mengingatkan kembali pada kisah keteguhan Nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt, untuk menyembelih anaknya, Ismail as. Sebagai seorang Nabi, Ibrahim as tidak mungkin mengingkari perintah Allah swt tersebut. Namun, Nabi Ibrahim as, juga seorang ayah yang juga tidak tega menyembelih anaknya sendiri. Nabi Ibrahim as, dihadapkan pada dua pilihan yang dilematis (perintah  Allah swt dan kepentingan beliau pribadi). Akhirnya Ibrahim dialog dengan Ismail dan atas persetujuan anaknya dia melanjutkan niatnya berkurban. Namun secara tiba-tiba malaikat turun untuk menggantikan Ismail dengan domba.

Jika kita telaah lebih dalam kisah nabi Ibrahim as itu, Ibadah qurban mengajarkan dan mendidik kita umat Islam untuk menjadi umat yang memiliki kepedualian sosial dengan mau mengorbankan hal yang dimilikinya untuk membantu anak yatim, orang miskin dan orang yang membutuhkan pertolongan. Kata Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. menjelaskan bahwa ‘Idul Adha bukanlah sekedar perayaan bersukaria. “Ia adalah hari raya umat Islam untuk beramal dan beribadah kepada Allah swt, dan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan sifat tawadhu’ (merendah diri) manusia kepada Allah swt. (http://www.umy.ac.id).

Jadi Ibadah kurban akan sangat dangkal maknanya jika hanya dimaknai  sebatas penyembelihan atau dengan harapan keselamatan menuju surga. Tapi, juga memiliki nilai kesalehan sosial yang sangat mulia. Ibadah qurban merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai ketundukan dan kepasrahan seorang hamba atas khaliqnya. Lantas bagaimanakah  mewujud kesalehan sosial yang terkandung dalam ritual kurban?

Menurut  hemat penulis ada empat makna kesalehan sosial yang terkandung di dalam ritual qurban yakni: Pertama, ibadah kurban merupakan bentuk kesediaan manusia untuk mengorbankan harta bendanya demi menggapai ridho Allah melalui kepedulian untuk membantu meringankan penderitaan orang lain. Meringankan penderitaan tidak hanya dengan sumbangan materi, tetapi dapat juga dalam bentuk segala aktivitas dan pemberdayaan dalam rangka menyelesaikan problematika sosial. Dengan demikian, umat Islam dapat menjalin harmonisasi antara anggota masyarakat.
Kedua, makna ketundukan Nabi Ibrahim as, kepada Allah swt dengan menjalankan perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail as, menginspirasikan kepada kita untuk senantiasa patuh dan sabar kepada ‘atasan’ sang pembuat undang-undang dan aturan yang ada. Sebagai umat Islam sekaligus warga negara yang baik, kita harus menghargai hukum, undang-undang dan tata aturan yang berlaku di negeri ini, terlebih lagi mematuhi hukum dan undang-undang dari Tuhan itu sendiri, baik yang termaktub dalam Alquran maupun Sunah Nabi.
Ketiga, makna sunnahnya menggumandangkan takbir saat proses penyembelihan hewan kurban, mengisyaratkan kepada kita bahwa hanya Allah swt, yang memiliki kekuasaan agung dan absolut. Oleh karenanya, tidaklah patut para pejabat negara, elit-kekuasaan, elit-politik, elit-ekonomi, dan manusia elit lainnya, bertindak semena-mena terhadap manusia lain serta berjalan congkak di muka bumi ini.
Keempat, makna simbolisasi kurban dengan menyembelih hewan ternak berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan diri seperti egois, serakah, rakus, menindas, tidak mengenal aturan, norma atau etika, dan rela membunuh saudara demi keuntungan pribadi. Usaha memperkaya diri sendiri, memonopoli seluruh sektor perekonomian, korupsi, penindasan terhadap masyarakat lemah, tidak taat aturan, bertindak amoral, arogan, dan apatis terhadap realitas sosial masyarakat yang memprihatinkan.

Dengan pemaknaan seperti ini, rangkaian ibadah haji dan qurban bukan sekadar mengenang peristiwa-peristiwa terdahulu atau sekadar mengejar surga dan neraka sebagai bentuk kristalisasi kepatuhan kepada Tuhan. Lebih dari itu, qurban dapat melahirkan pribadi-pribadi yang saleh dan inovatif yang akan selalu mampu memberikan kontribusi yang konstruktif untuk kemaslahatan manusia seluruhnya.
Melalui ibadah kurban nilai-nilai kesalehan dapat selalu kita pupuk sehingga tercipta masyarakat yang memiliki kepekaan dan solidaritas sosial sehingga tercipta semangat saling menghidupi, saling menguatkan dan saling menumbuhkan ditengah-tengah masyarakat yang sedang tertimpa banyak musibah sosial seperti saat ini. Selamat meyambut Hari Raya Idul Adha 1434 H. Semoga ibadah haji dan kurban yang akan kita lakukan mengantarkan kita sebagai pribadi yang saleh individual dan sosial.

Tulisan ini pernah diterbit di media cetak (Tanjungpinang Pos 21 September 2013).

Tidak ada komentar: