Kamis, 29 Desember 2011

ILMU DAN KEBENARAN

Kebanyakan manusia sudah terbius oleh dalil yang mengatakan bahwa “kebenaran itu bersifat relatif”, yakni tergantung pada siapa yang mengatakan dan mempercayainya. Dengan kata lain, kebenaran itu menjadi tergantung pada kepercayaan, atau bahkan selera, sehingga nilainya menjadi subyektif (tergantung orang). Padahal, seharusnya kebenaran itu bersifat obyektif, apa adanya, sesuai dengan fakta yang telanjang (asli).
Seharusnya dalil itu difahami dengan cermat!
Relatif (Ing.: relative) adalah kata sifat. Kata bendanya adalah relasi (relation). Dalam bahasa aslinya, yang biasa kita sebut relatif itu adalah relative to, yang artinya sama dengan referring to (merujuk kepada; menghubungkan dengan).
Jadi, bila kita mengatakan bahwa “kebenaran itu relatif”, maksudnya adalah “kebenaran itu tergantung pada rujukannya atau sumbernya.” Bila sumbernya orang, maka orang itulah yang menjadi penentu. Bila sumbernya sebuah buku (yang sebenarnya juga ditulis orang), maka buku itulah yang menjadi penentu. Kita yang mendengar kata orang, atau membaca sebuah buku, boleh membenarkan (mempercayai), boleh juga tidak membenarkan (= menyalahkan). Kedua pilihan itu (membenarkan atau menyalahkan) adalah benar (= sah), karena kebenaran itu tergantung pada (subyektif/selera) kita.

IMAN DAN ILMU PENENTU AMAL

Iman dan Ilmu menentukan amal. Begitulah harusnya manusia dalam menjalankan poses kehidupannya. Dan, harap diingat bahwa yang disebut Iman dan Ilmu di sini adalah “Segala isi hati dan otak”; sedangkan amal adalah “segala tindakan yang digerakkan oleh Ilmu tersebut”.
Segala yang ada dalam otak=hati kita, selanjutnya  oleh mekanisme otak dibentuk menjadi “sistem pengetahuan” kita. Lebih lanjut, karena otak menjadi pengendali segala sistem dalam tubuh, maka ibarat komputer sistem pengetahuan kita itu selanjutnya menjadi “sistem operasi”, yang menentukan segala gerak-gerik kita, baik yang tersadari maupun yang bersifat refleks. Dengan kata lain pada hakikatnya kita ini adalah robot dari segala isi otak (= ‘ilmu dan Iman’).

WAWASAN SURAT AL-'ALAQ (Ayat 1-5)

Sejarah ialah peredaran hidup manusia diatas dua prinsip yang berlawanan, dan dilakukan oleh pelaku yang berbeda. Prinsip sajarah yang diajukan olah Allah dalam Al-Qur'an ini, meliputi nasib seluruh manusia, sedangkan sejarah menurut manusia, hanyalah berupa catatan peristiwa masa lalu yang dianggap benar-benar terjadi, dengan diperkuat oleh saksi sejarah, pada umumnya hanya menyangkut kekuasaan, perjuangan, penjajahan dan lain sebagainya, tanpa menilai dari prinsip sejarah itu sendiri.
Allah memulai penciptaan peradaban/kebudayaan manusia dengan menciptakan Adam dan Hawa serta keturunannya, sekaligus mengajarkan kepada Adam tentang dua nilai yang terkenal dengan tau dan tidak tahu, tau melalui belajar berarti menerima pantulan Nur atau Cahaya penerang sedangkan lawannya adalah tidak tahu atau bodoh, akibat tidak mau belajar sebagai pelambang dari kegelapan atau Dzulumat, yang