Senin, 07 Januari 2013

TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM



Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang di tandai oleh adanya penyatuan politik, Ekonomi, social, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, Informasi, dan lain sebagainya, yang terjadi diantara satu Negara dengan Negara lainnya, Tampa menghilangkan Identitas Negara masing-masing. Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan Teknoligi Informasi (TI) yang dapat menghubungkan Atau mengkomonikasikan setiap isu yang ada pada suatu Negara dengan Negara lain. Bagi umat Islam, Era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar menukar,dan tranmisi ilmu pengetahuan, budaya dan sebagainya sesungguhnya bukan hal baru, Globalisasi dalam arti yang demikian, bagi umat Islam merupakan hal biasa. Pada zaman klasik (abad ke- 6 s/d 13 M) umat Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens serta
Efektif dengan berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, Cina, Persia, Romawi, dan Yunani. hasil dari komunikasi ini umat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya dalam ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan dan peradaban yang warisannya masih dapat dijumpai sampai saat ini, seperti di India, Spanyol, Persia serta Turki.
            Selanjutnya, pada zaman pertengahan (abad ke- 13 hingga 18 M ), umat Islam telah membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. saat itu, umat Islam memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. beberapa penulis barat, misalnya WC Smith dan Thomas W Arnold, mengakui bahwa kemajuan yang di capai dunia Eropa dan barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi ilmu pengetahuan dan peradaban Islam tampa harus menjadi orang Islam. Pada zaman pertengahan itu, Umat Islam hanya mementingkan ilmu Agama saja. Sementara itu, ilmu pengetahuan, seperti Matematika, Astronomi, Soisologi, dan Kedokteran tidak di pentingkan. Bahkan dibiarkan untuk diambil oleh Eropa dan Barat. Pada zaman ini, Eropa dan Barat mulai bangkit mencapai kemajuan, sementara uamt Islam berada dalam keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.     

            Pada zaman modern ( abad ke 19 sampai dengan sekaramg), hubungan Islam dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Di zaman ini timbul kesadaran dari umat Islam untuk membangun  kembali kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian. Umat islam mulai mempelajari kembali berbagai kemajuan yang di capai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa yang dahulu dimiliki umat Islam. Namun demikian hubungan Islam dengan Eropa dan Barat, sekarang keadaanya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut diatas. Di zaman klasik dan pertengahan, Umat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun, Sedangkan keadaan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang atau mulai bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan, sedangkan keadaan umat Islam berada dalam ketertinggalan. tidak hanya itu, keadaan dunia saat ini telah di penuhi oleh berbagai paham Ideologi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, Seperti ideologi Kapitalisme, Materialisme, Naturalisme, Pragmatisme Liberalisme bahkan Ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia ( anthropocentris ). Hal ini bebeda dengan karekteristik keseimbangan ajaran Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia ( anthropocentris ) dan berpusat pada tuhan (thocentris).

TANTANGAN  
            Tantangan pendidikan Islam saat ini sangat jauh berbeda dengan tantangan pendidikan Islam, sebagaimana yang terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. secara internal maupun eksternal, tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan idiologis lebih mudah diatasi. secara internal, umat Islam pada saman klasik masih fresh (segar), masa kehidupan mereka dengan sumber ajaran Islam masih dekat, serta semangat militansi dalam berjuang memajukan ajaran Islam masih amat kuat. Sedangkan secara eksternal,  umat Islam belum menghadapi ancaman yang serius dari Negara-Negara lain. Mengingat keadaan Negara-negara lain (Eropa dan Barat) masih belum bangkit dan maju seperti sekarang. tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan ideology-ideologi besar dunia sebagaimana tersebut di atas, juga di hadapi berbagai kecendrunganyang tak ubahnya seperti badai besar(turbulance) atau tsunami. menurut Daniel Bell, di era globalisasi saat ini, keadaan dunia ditandai oleh lima kecendrungan sebagai berikut: Pertama,  Kecendrungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadianya     persaingan bebas dalam dunia pendidikan, karena dunia pendidikan menurut mereka juga termasuk yang di perdagangkan       maka dunia pendidikan saat ini juga di hadapakn pada logika bisnis penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya di tujukan untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang soleh, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang economic minded, dan penyelenggarannya untuk       mendapatkan keuntungan material yang sebesar -besarnya. Kedua, Kecenderungan Fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat. Ketiga, kecendrungan menggunakan teknologi tinggi (high technologie) khususnya teknologi komunikasi dan informasi (TKI), sperti computer. kehadiran TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari             masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat , trasparan, juga tidak dibatasi waktu dan tempat. sementara itu, peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semacam Fasilitator, Kasilitator, Motivator, dan Dinamisator. Keempat, kecendrungan interdepedensi (kesaling ketergantungan) yaitu suatu keadaan dimana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain.berbagai siasat dan strategi yang di lakukan Negara-negara maju untuk membuat Negara Negara berkembang tergantung kepadanya demikian terjadi secara intensif. berbagai kebijakan hegemoni politik, misalnya yang dilakukan amerika sarikat, tidak terlepas dari upaya menciptakan ketergantungan Negara  sekutunya. ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Kelima, Kecendrungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization In culture) yang mengakibatkan terjadinya pola pikir (idmindset) masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelktual, moral, fisik, dan fisikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. saat ini, sebelum seseorang belajar atau masuk kuliah, misalanya, terlebih dahulu bertanya, “Nanti setelah lulus menjadi apa? dan, Berapa gajinya?”
            Program- program  study yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut baik secara lansung maupun tidak lansung, dengan sndirinya akan terpinggirkan atau tidak diminati. sedangkan program- program study yang menawarkan pekerjaan dan penghasilan yang bagi lulusannya, akan sangat diminati. tidak hanya itu, kecendrungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu buday yang srba hedonistic, materialistic, rasional, ingin serba cepat, pragtis, pragmatis, dan instans. Kecendrungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat normative dan menjanjikan masa depan yang baik (di akhirat) kurang diminati. mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya pop dan budaya urban. dalam keadaan demikian, tidaklah mengherankan jika mata pelajaran agama  yang disajikan secara normative dan konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini mengharuskan para guru  atau ahli agama untuk melakukan reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama sehingga sehingga ajaran agama tersebut  akan terasa efektif dan transformative

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
            Pendidikan islam dengan beragam system dan tingkatannya dari waktu kewaktu senantiasa mengalami tantangan. Berbagai kemajuan dan ketertinggalan pendidikan Islam seperti yang terdapat dalam sejarah, antara lain, di sebabkan kemampuannya dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Tantang yang hadapi pendidikan Islam saat ini jauh lebih berat dibandingkan tantangan yang dihadapi pendidikan Islam dimasa lalu. Era globalisasi dengan berbagai kecendrungannya sebagaimana tersebut di atas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar-mengajar, pedidik, peserta didik, manajemen, sarana prasarana, kelembagaan pendidikan dan lainnya kini tengah mengalami perubahan besar. Pendidikan Islam dengan pengelamannya  yang panjang seharusnya dapat memberikan jawaban yang tepat atas berbagai tantangan tersebut, untuk mejawab pertanyaan ini, pendidikan Islam membutuhkan sumber daya manusia yang handal, memiliki komitmen dan etos kerja yang tinggi, manajemen yang berbasis system dan infrasruktur yang kuat, sumber dana yang memadai, kemauan politik yang kuat, serta standar yang unggul. Untuk dapat melakukan tugas tersebut, pendidikan Islam membutuhkan unit penelitian dan pengembangan (research and development) yang terus berusaha meningkatkan dan mengembangkan pendidikan Islam.  Sebagai bangsa yang beragama, kita sebenarnya memiliki akar yang sangat kuat dalam hal moralitas dan etika. Bahkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara khusus menekankan pentingnya pendidikan bagi peningkatan keimanan dan akhlak. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan: ”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia …”.
Menurut penulis, ada dua cara mendasar yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan PAI di sekolah. Pertama, internalisasi PAI melalui pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa.
Pembelajaran sebagai sebuah metode menghendaki adanya perekayasaan situasi terencana yang memberikan perlakuan tertentu, untuk mengetahui akibat-akibatnya terhadap peserta didik. Menggunakan metode secara terencana, sistematik, dan terkontrol, baik dalam bentuk desain fungsional maupun faktoral melalui pengenalan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, melalui bentuk penggambaran konsep-konsep yang bersifat penghayatan dan pengamalan.
Pembelajaran dan internalisasi PAI di sekolah menghadapi berbagai persoalan mendasar. Di antaranya terkait dengan relevansi materi pembelajaran, strategi pembelajaran, dan keterbatasan bahan bacaan yang dapat mendukung perkembangan keagamaan peserta didik.Sejauh ini penanaman nilai-nilai PAI di sekolah masih menitikberatkan kepada domain kognisi yang cenderung menampilkan agama sebagai seperangkat rumusan kepercayaan dan ajaran yang cenderung indoktrinatif-normatif. Akibatnya, bahan-bahan bacaan untuk mendukung domain tersebut terbatas pada buku-buku teks.
Padahal, upaya penanaman nilai-nilai PAI tidak sekedar menyangkut dimensi kepercayaan, tetapi lebih dari itu adalah dimensi pembudayaan. Dalam hal ini dibutuhkan agama dalam bentuknya yang efektif dan praktis. Artinya, agama mesti ditampilkan dalam performa historik, kontekstual dan aktual yang disajikan melalui pengalaman dan kisah hidup yang mengekspresikan perilaku keagamaan dan menjawab berbagai problem keseharian dalam suatu dimensi ruang, waktu dan konteks tertentu. Tentu saja melalui pola pembelajaran yang diarahkan pada upaya menciptakan model pembelajaran bagi peserta didik dan mampu memberi warna baru bagi pembelajaran nilai keagamaan.
Kedua, membentuk lingkungan sekolah sebagai laboratorium pengamalan nilai-nilai PAI. Institusi pendidikan merupakan sebuah ranah (domain) sosial yang diharapkan mampu berperan sebagai kawah candradimuka lahirnya intelektualitas, moralitas, dan orde kehidupan yang menjunjung tinggi perdamaian. Maka, dengan sendirinya, sebuah institusi pendidikan berarti sebuah lingkungan yang jauh lebih berwibawa dibandingkan dengan lingkungan pabrik, bengkel, pasar, hotel dan atau dibandingkan barak militer.
Ini karena secara eksistensial, setiap manusia dalam lingkungan pendidikan didorong mengenal hakikat kemanusiaan dirinya secara utuh serta belajar menerima keberadaan orang lain dengan prinsip tepa selira. Itulah sebabnya mengapa pembudayaan akal budi dalam dunia pendidikan seiring dan sejalan dengan pengukuhan hati nurani. Dalam dunia pendidikan itulah intelektualitas berfungsi merawat hati nurani. Melalui internalisasi dan pembentukan lingkungan sekolah sebagai laboratorium pengamalan nilai-nilai PAI, diharapkan mampu meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya giat dalam menjalankan ibadah ritual, tetapi ia pula komitmen melakukan aktivitas-aktivitas yang terbingkai dengan nilai-nilai agama. hanya usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan itulah, pendidikan Islam akan dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
            Untuk menjawab tantang tersebut, bagaimana kita bisa mngatasinya, terutama bagi generasi muda islam. setidaknya kita mulai dari lingkungan kecil, seperti kelurga, sekolah, dan perguruan tinggi serta instansi dan lembaga terkait. semoga.           

Tidak ada komentar: