Pantai Carocok Nan Indah |
Kabupaten Pesisir
Selatan merupakan salah satu dari 19 kabupaten / kota di Propinsi Sumatera
Barat, dengan luas wilayah 5.749,89 Km2. Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan
terletak di bagian selatan Propinsi Sumatra Barat, memanjang dari utara ke
selatan dengan Panjang garis pantai 234 Km. Sebelah utara berbatasan dengan Kota
Padang, sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Propinsi Jambi, sebelah
selatan dengan Propinsi Bengkulu dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia, ini
merupakan kabupaten terluas dari kabupaten lainnya di Propinsi Sumetera Barat. Pada tahun 2010 Jumlah
Angka kemiskinan Kabupaten Pesisir Selatan menurun menjadi 24 ribu Kepala Keluarga (KK)
dari sebelumnya mencapai
41 ribu KK. Jumlah penduduk Pesisir Selatan Tahun 2010
sebanyak 452.344 jiwa. Dari jumlah itu
penduduk miskin 24 ribu KK, sebelumnya
41 ribu pada Tahun 2005, (http://bakinnews.com),
Setelah dilakukan pemutakhiran data kependudukan oleh Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesisir Selatan mencatat jumlah
penduduk tahun 2011 sebanyak 507.930 jiwa (125.488 KK) dari jumlah tersebut,
sebanyak 340.737 jiwa merupakan wajib KTP. Kata Ketua Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta, Dr Ir
Eni Kamal M Sc saat menjadi Nara Sumber pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) tingkat Kabupaten Pesisir Selatan di Painan. Pada tahun 2012 dari Sektor Perikanan Pesisir Selatan termasuk Rumahtangga miskin tertinggi
dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Jumlah
rumahtangga miskin Pesisir Selatan sektor perikanan sebanyak 2.338 dari 13.998
kepala keluarga (KK). Dengan angka itu, Pesisir Selatan peringkat I di Sumbar,
diikuti Pasaman Barat1.931 KK.
Nah, Mungkin Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya wacana pemekaran Kabupaten Pesisir Selatan
dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat,
Wacana pemekaran ini kemudian menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat,
ada kelompok yang mendukung dan ada pula yang menolak. Namun Benarkah Setelah
pemekaran kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik pada akhirnya
benar-benar meningkat setelah daerah tersebut di mekarkan?
Desentralisasi
merupakan salah satu perubahan sosial politik yang dialami Indonesia, semenjak
adanya dasar hukum untuk pembentukan wilayah UU No 22 tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan melalui PP No 129 tahun 2000 tentang
persyaratan pembentukan dan kreteria pemekaran penghapusan dan penggabungan
daerah dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. Semangat otonomi daerah tercermin antara lain pada
keinginan sebagian daerah untuk memekarkan diri dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan otonomi
daerah yang membawa konsekuensi pemekaran wilayah adalah sesuatu yang patut
diapresiasi. Apalagi spirit yang ditanamkan dalam setiap perluasan wilayah
adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas
pelayanan publik, Karena kita menyadari Pelayanan Publik Mencerminkan Sejauh mana Pemerintah Meningkatkan Kualitas
Hidup Masyarakat Serta Kondisi Umum Daerah itu sendiri.
Pertanyaan ini menarik untuk kita diskusikan apalagi
saat ini provinsi sumatera barat sedang dihadapkan dengan tuntutan pemekaran
seperti di kabupaten pesisir selatan
usulan pemekaran kabupaten baru dengan nama kabupaten Renah Indo Jati, yang
sebelumnya bekas Kecamatan
Pancungsoal. Selain efek dari pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat yang tidak
mengakar ke daerah, ini didukung dengan paradigma otonomi daerah yang selama
ini memiliki imej dan pemberian opsi pemekaran wilayah.
Sebelum kita
mendiskusikan hal di atas ada baiknya kita berbicara terlebih dahulu tentang
prinsip otonomi daerah.
Otonomi berasal dari
dua kata “auto” berarti sendiri, “nomos” berarti rumah tangga atau urusan
pemerintahan. Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.
Dengan mendampingkan kata otonomi dengan kata Daerah, maka istilah “mengurus
rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan
mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri. Untuk
dapat mengatur dan melaksanakan pemerintahan sendiri di daerah secara riil, luas
dan tidak hanya sekedar “bujukan” dari pemerintah pusat kepada pemda dan rakyat
daerah, harus ada perubahan struktural dalam pemerintahan di negara yang
bersangkutan, dalam hal ini Indonesia.
Dalam meligitimasi dan
mendorong terselenggaranya rumah tangga pemerintahan itu sendiri dalam bentuk
hukum atau perundang-undangan, kesadaran kritis dan kemauan baik dari
pemerintah pusat maupun dari Pemda dan rakyat Daerah, agar keutuhan NKRI ini
terjamin dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dapat tercipta. Perubahan
struktural ini antara lain meliputi pembaharuan hubungan antara pemerintah
pusat dengan pemda yang semula hanya hubungan secara prinsip didasarkan pada
asas dekonsentrasi dan medebewind kemudian diubah menjadi asas desentralisasi.
Perubahan struktual lainnya yang seharusnya terjadi dalam pelaksanaan
otonomi daerah secara luas dan nyata adalah otonomi daerah bukan hanya otonomi
bagi pemda tetapi juga otonomi bagi rakyat di daerah sehingga adanya komitmen
dari pemerintah pusat dan pemda untuk mensejahterakan rakyat di daerah.
Pada asas desentralisasi, sifat pemberian kewenangan adalah pemerintah
pusat melimpahkan atau menyerahkan wewenang kepada daerah. Wewenang yang masih
ada pada pemerintah pusat adalah hanya pengawasan, pengendalian, dan pertanggungjawaban
umum. Wewenang yang dimiliki oleh pemprov, hanya terletak dalam segi koordinasi
dan pengawasan, sedangkan wewenang pemkab dan pemko meliputi pembuatan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan, kecuali gaji pegawai.
Asas ini mendorong timbulnya aktivitas kebijakan dan kewenangan dari bawah
ke atas (bottom up policy) yang melahirkan hubungan Pusat-Daerah yang relatif
seimbang dan adil. Otonomi daerah seperti ini hanya dapat tercipta dan
terlaksana melalui asas desentralisasi yang dilaksanakan secara konsekuen
melalui peraturan perundang-undangan seperti UU No. 32 dan 33 tahun 2004 dan
dari sini kita dapat melihat minimal ada dua hal penting yang sebenarnya
ditunggu dan dinanti oleh masyarakat yakni pertama Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik dan kedua Pembangunan Sarana dan Prasarana di Daerah yang dimekarkan. Itulah plus dari
sebuah kebijakan pemekaran wilayah. Namun, bicara faktanya cukup banyak daerah
yang dimekarkan hanya menguntungkan segelintir kaum elit dan kelompok tertentu.
Kesiapan SDM yang minim membuat pembangunan di daerah pemekaran juga menjadi
hambatan tersendiri untuk daerah yang dimekarkan sehingga peningkatan pelayanan
publik dan kesejahteraan rakyat yang di harapkan hanya tinggal menjadi mimpi
buat rakyat yang mengharapkan perubahan ekonomi dan pelayanan, semuanya bertolak belakang dari apa yang diharapkan.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan
Kemendagri terhadap 57 dari 205 daerah pemekaran baru yang muncul selama
periode 1999-2010, sebanyak 78% dianggap gagal atau mempunyai nilai rendah.
Penilaian ini terutama dari faktor bagaimana pemerintah daerah berusaha
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik bagi masyarakatnya
(Media Indonesia, 29 Agustus 2012).
Syarat Pemekaran
Berdasarkan aturan, dasar hukum untuk pemekaran wilayah sudah diatur
berdasarkan UU No 22 tahun 1999 termasuk juga UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. PP No 78 Tahun 2007 menyebutkan ada tiga syarat utama
untuk memekarkan daerah otonomi baru (DOB) yakni syarat Syarat Administrasi
terdiri dari Aspirasi masyarakat ke DPRD (diwakili BPD/FK-Kelurahan), Kajian
Daerah, Keputusan Bupati dan Usulan Bupati ke Gubernur, Keputusan DPRD Kabupaten,
Keputusan DPRD Provinsi, Keputusan Gubernur dan Usulan Gubernur ke Mendagri dan
Rekomendasi Mendagri.
Kedua, Syarat Teknis. Memuat 11 Faktor dan 35 Indikator diantaranya tentang
Kependudukan, Kemampuan Ekonomi, Potensi Daerah, Kemampuan keuangan, Sosial
Budaya, Sosial Politik, Luas Daerah, Pertahanan, Keamanan, Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat, Rentang Kendali. Kelulusan syarat teknis didasarkan
tidak hanya Total Nilai (hasil kali skor dan bobot), namun
juga harus lulus pada masing 4 faktor utama yang bersifat mutlak dan syarat
ketiga Syarat Fisik Kewilayahan terdiri dari dua item yakni Cakupan Wilayah
yang terdiri dari Pembentukan provinsi, minimal 5 kabupaten/kota
yang berusia minimal 7 tahun; Pembentukan kabupaten, minimal 5 kecamatan
yang berusia minimal 5 tahun; Pembentukan kota, minimal 4 kecamatan yang
berusia minimal 5 tahun. Dan menjadi utama juga ketersediaan sarana dan
prasarana pemerintahan, menjadi syarat mutlak untuk melaksanakan pelayanan
minimal.
Sejahterakan Rakyat
Penulis pikir kita sama-sama sepakat kalau pembentukan dan pemekaran
wilayah kabupaten pesisir selatan yakni kecamatan Pancung soal dijadikan Kabupaten Baru yang diawali dengan niat untuk menyejahterakan masyarakat dan membenahi
pelayanan publik walaupun ini juga bukti bahwa kabupaten induk belum bisa
memperbaiki kinerjanya. dalam hal ini Tentunya tidak ada garansi atau jaminan juga
apabila pemekaran terwujud kesejahteraan
juga akan muncul.
Bahkan, beberapa wilayah seperti
yang telah penulis sebutkan di atas tadi juga dinyatakan gagal dalam mengelola
daerahnya. Terlepas dari masalah ini, kita patut mengapresiasi para penggagas
pembentukan kabupaten baru tapi perlu diingat persiapkanlah dengan matang pembentukan
kabupaten baru ini. kesejahteraan masyarakat tidak hanya dijadikan stempel
untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar