Kamis, 29 September 2011

RUH PERNIKAHAN




Setiap manusia pasti menginginkan menikah, karena manusia diciptakan hidup berpasang-pasangan, bahkan dalam sebuah ayat tuhan menggambarkan hikmah dari pernikahan itu. “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Ar-Rum:21) atas dasar inilah  keinginan manusia untuk menikah muncul dan kadang keinginan itu bisa membuat manusia termotivasi untuk memeperbaiki kehidupannya, baik disegi sifat maupun di segi ekonomi, karena kita yakin tidak ada orang tua yang mau menikahkan anaknya  kepada seorang laki-laki maupun perempuan   yang tidak bermoral, kecuali orang tua yang tidak bertanggungjawab.   

Berangkat dari motivasi itu,  sebelum melakukan pernikahan segala hal dipersiapkan, baik mental, maupun  ekonomi, banyak orang saat ini merasa akan bahagia dalam berumah tangga apabila ekonomi sudah mapan, kadang mereka sudah berandai-andai, andai sudah jadi PNS pasti nanti rumah tangga aku akan bahagia karena ekonomi sudah jelas, anak tidak terlantar. Andai aku sudah punya rumah, mobil, kita pasti akan bahagia, karena anak-anak nantinya tidak lagi kena hujan di saat mengantar sekolah. Walaupun itu sebatas berandai-andai namun usaha untuk mendapatkannya tetap di lakukan, karena hati sangat yakin kebahagian berumah tangga akan bisa tercapai. Waktu terus berjalan, waktu pernikahan  pun sudah datang, keinginan pun sudah di dapati walaupun belum semuanya, pernikahan berlansung, terjalinlah hubungan suami istri yang halal, dan lahirlah sebuah rumah tangga. Dalam berumah tangga kita sering mengatakan kepada suami mapun istri. Suami bilang, “mama hanya engakulah istriku satu-satunya, aku bahagia telah menikah denganmu”  begitu pula sebaliknya. Tuhan maha mendengar,  maha pengasih dan maha penyayang, seiriring waktu berjalan dengan  do’a  dan  iktiar  yang  tidak henti-hentinya pada akhirnya angan-angan menjadi kenyataan, semua didapati. (Pekerjan PNS, Rumah, Mobil, anak dll). Dengan  berjalnnya waktu  entah kenapa tampa disadari, atau mungkin memang disadari, rumah tangga yang dahulunya yang didambakan sudah bergeser dari yang apa diharapkan. Kata-kata yang indah sudah jarang di dengar sang istri, dulu di panggil sayang sekarang dipanggil asal bunyi saja, begitu pula sang istri, dulu selalu ditanya kabar, disiapkan makanan untuk suami, tapi sekarang ambil sendiri-sendiri, bahkan masak pun sendiri. Akhirnya Sang suami sering marah-marah kepada istri, karena pulang kerja badan sudah capek makanan yang   mau dimakan tidak ada, istri pun juga marah kepada anak karena kecapeaan pulang kerja, tapi dapur masih berantakan. Akbiatnya Sang suami mulai  berselingkuh karena dirumah sudah tidak nyaman lagi, sang istri pun pandai juga berselingkuh karena sang suami tidak menyenangkan lagi, dulu dihantar kerja, sekarang harus sendiri, kadang pergi bersama selingkuhan. akhirnya rumah tangga yang di idamkan berubah menjadi neraka pertengkaran yang bebuah perceraain.  anak yang ditinggal sudah tidak punya bapak lagi. Inilah yang terjadi di dalam rumah tangga kita, pada tahun 2012 begitu banyaknya terjadi perceraian di provinsi kita ini, bahkan yang lebih dominan dikalangan PNS. Memang penulis tidak tahu apa penyebab yang sebenarnya, dan Memang juga agama tidak melarang untuk bercerai, asalkan perceraian dilakukan berdasarkan alasan sesuai dengan aturan agama dan hukum. Namun jika kita kembali melihat kebalakang,  pernikahan yang kita lakukan bukanlah untuk cerai. Karena menikah adalah gerakan menuju persatuan, menata kesatuan suami dan istri saling melengkapi sehingga terbangunlah ruh pernikahan. Walapun menurut kamus lengkap bahasa indoneisa yang disusun oleh Eka Yani Arfina, nikah diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjalin hubungan suami istri secarah sah menurut agama maupun negara dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, namun jika kita dalami esensi dari pernikahan bukan hanya sekedar perjanjian tapi lebih dalam maknanya yakni membangun ruh pernikahan dalam rumah tangga.

RUH PERNIKAHAN
Penulis mengajak  kita kembali berkaca kepada agama, ketika Rasulullah pernah ditanya, “Apa yang lebih penting dari shalat?” Beliau menjawab, “Ruh shalat!”, yaitu ruh yang menghidupkan shalat. Beliau juga pernah ditanya tetang apa yang lebih penting dari shaum (puasa), dan beliau menjawab bahwa yang lebih penting dari shaum adalah ruh shaum. Untuk setiap pertanyaan yang berkenaan dengan ibadah ritual, jawabannya selalu sama; karena ruh (spirit) membawa gerak ke dalam kehidupan dan memunculkan kekuatan-kekuatannya. Tanpa ruh yang menggerakkan itu, shalat hanyalah gerakan-gerakan, dan puasa hanyalah lapar. Tapi ketika ruhnya masuk, ketika niat murni dan pemusatan pikiran masuk, gerakan-gerakan itu mengalami transformasi (perubahan bentuk). Shalat mendapatkan daya menjadi mi’raj (sarana perjalanan ruhani mencapai posisi yang lebih tinggi; sarana peningkatan kesadaran intelektual dan iman.), dan puasa memunculkan daya untuk mampu menemukan lailatul-qadr(i) (sebuah masa  momentum  turunnya  ‘ruh’ yang lain, yaitu ruh pencerah kesadaran budaya, yakni hidup patuh dengan perintah allah).

Lantas, apakah yang lebih penting dari pernikahan? Menurut penulis tentu saja yang lebih penting darinya adalah ruh pernikahan. Yaitu niat yang mendasarinya, yang merupakan gudang yang isinya tersembunyi, yang harus diketahui dan dikeluarkan oleh pasangan pernikahan itu sendiri. Allah memberikan peringatan dan isyarat agar kita mempelajari hal itu. Dalam surat Al-A’raf ayat 189, misalnya, dikatakan: Dialah yang menciptakan kalian dari satu rumusan, dan darinya pula Dia jadikan pasangannya, supaya merasa tenteram berdampingan dengannya…..
Dengan demikian, pria dan wanita saling melengkapi. Bersama-sama, mereka membentuk satu diri; dan ini harus diusahakan oleh mereka berdua, yaitu berusaha agar mereka menjadi seolah-olah satu makhluk, satu diri, satu nyawa. Firman Allah pula, dalam surat Al-Baqarah ayat 187:
Mereka (istri kalian) adalah pakaian kalian, dan kalian (para suami) adalah pakaian bagi mereka. Dengan demikian, suami dan istri saling melengkapi. Mereka masing-masing memunculkan sebuah sisi baru dari kemanusiaan mereka, dan mendalami kepribadian mereka dengan memasuki dunia pernikahan. Itulah yang digambarkan secara simbolis dalam ayat di atas.

Nah, Sebagaimana pakaian menutup tubuh dan melindungi pemakainya, begitulah suami dan istri satu sama lain menjadi pelindung dan pembantu, dan satu sama lain mereka menjaga kehormatan, membentuk pernikahan menjadi sebuah sarang dan tempat perlindungan, yang di dalamnya suami-istri merasa nyaman dan aman, karena terlindung di dalam kepedulian dan penjagaan yang dilakukan secara bersama-sama. Ditegaskan Allah pula dalam al-qur’an
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasangan. (Dengan maksud) agar kalian menyadari (mengapa diciptakan demikian). Istilah untuk pasangan dalam Al-Quran adalah (zauj), yang harfiahnya berarti “bagian dari suatu pasangan”. Ketika satu bagian bertemu (berpasangan) dengan bagian yang lainnya, lalu bekerja sama dalam suatu tindakan, maka berbagai daya yang selama ini tersimpan pun muncul. Inilah rahasia dari seluruh ciptaan (yang berpasang-pasangan itu). Dan pernikahan manusia ditegaskan Al-Quran sebagai cerminan dari sifat dan kecenderungan yang terdapat dalam semua tingkat ciptaan.
Ketika sesuatu diciptakan sebagai bagian dari suatu pasangan, maka jelas keberadaannya menjadi tidak lengkap tanpa kehadiran bagian yang lainnya. Karena itulah Allah menegaskan dalam surat An-Najm(u) ayat 45 bahwa Ia sengaja menciptakan makhluk berpasangan, terdiri dari (jenis) lelaki dan wanita (jantan dan betina). Istilah (nikah) sendiri pun digunakan secara kiasan untuk menggambarkan perpaduan mesra berbagai aspek ciptaan. Dalam Al-Quran, misalnya, dikatakan bahwa hujan ‘menikahi’ tanah, dan kemudian digambarkan bagaimana dari perpaduan mesra itu tumbuh bersemi berbagai bentuk kehidupan. Tanah menumbuhkan bunga dan sayuran, membuka peluang bagi makhluk-makhluk baru, kehidupan baru, potensi-potensi baru. Jadi, tindakan pernikahan, perpaduan melalui pernikahan dalam konsep Islam adalah jalur segala hal dalam jalinan dan rantai penciptaan. Setiap pasangan dalam pernikahan menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan dan istimewa dalam konteks pernikahan itu sendiri. Masing-masing pasangan itu tidak identik (sama persis), tapi satu sama lain menjadi pelengkap dan memunculkan hal unik, yang tidak akan pernah muncul bila pernikahan tidak dilakukan. Setiap individu dari satu pasangan mengalami perubahan dan transformasi ketika mereka berpadu dalam pernikahan, karena pernikahan adalah perpaduan sempurna antar diri, jiwa, kepribadian dan dua makhluk yang berbeda (tapi merupakan pasangan).

Dalam pernikahan manusia, perubahan terjadi dalam banyak hal; mulai dari perubahan gaya hidup, perilaku, dan jiwa setiap individunya sendiri. Dan pasti harus ada kehendak, dari pihak kedua individu, untuk mengijinkan transforasi yang mempersatukan itu terjadi. Bila berharap hal itu terjadi dengan sendirinya, berarti ada penguncian satu pihak yang mengarah pada pembekuan dan penyempitan satu diri tetap sebagai satu diri, bukan menjadi bagian dari satu pasangan yang berpadu secara intim. Hal ini juga berarti pembelengguan dan penguncian potensi, keindahan dan kekuatan yang dapat muncul dari perpaduan mesra yang seharusnya terbentuk melalui pernikahan. Karena “Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan”, seperti dinyatakan dalam Al-Quran, dan karena Allah menciptakan lelaki dan wanita dari satu rumusan, maka Allah pula yang merupakan pusat rujukan bagi setiap pasangan yang menikah. “Dialah yang menciptakan keseimbangan” segala hal. Karena itu, Dia pula yang harus dirujuk untuk mendapatkan keseimbangan hidup. Bila kedua pasangan dalam pernikahan menata sedemikian rupa hubungan mereka dengan Allah, maka bisa dipastikan keseimbangan sempurna akan dirasakan dalam kehidupan mereka.
Cinta adalah pergerakan menuju persatuan, kesatuan. Dan karena Allah itu Satu (yang juga mengajarkan satu konsep kehidupan), maka semakin dekat sang hati kepada Yang Satu, semakin kuat pula daya cinta yang tumbuh.

Cinta adalah gerakan menuju persatuan, menuju kesatuan. Seperti digambarkan dalam surat Al-Anfal ayat 63, melalui ajarannya, Allah mempersatukan hati-hati yang bermusuhan. Persatuan timbul melalui cahaya kesatuan yang dihasilkan ruh cinta dan kekeluargaan yang ada di hati. Karena cinta adalah bayangan Kesatuan, kekeluargaan adalah bayangan cinta, dan keseimbangan adalah bayangan kekeluargaan. Maka, biarkanlah pasangan-pasangan yang menikah menjadi pembantu dan pelindung satu sama lain. Biarkanlah mereka menjadi pakaian-pakaian yang indah bagi satu sama lain, dan biarkanlah mereka mengalami bersama banyak perbendarharaan dan keindahan pernikahan. dan penulis mengajak kita semua mari Jadikan pernikahan untuk membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadhah dengan mengawali dengan niat yang benar serta membina niat kita agar tidak terjebak dengan hawa nafsu yang tidak pernah puas dan kenal  rasa kasih sayang.

Tidak ada komentar: