Politik masa
kini tidak lagi jalan menuju kemerdekaan, pembangunan ekonomi, sosial budaya,
bukan lagi sarana membentengi bangsa dari ancaman pengaruh asing yang negatif, budaya korupsi, dan kebohongan publik terus dan
sulit untuk berhenti, ibarat pribahasa “anjing mengongong kafilah berlalu”.
Korupsi, yang mana hukum tidak lagi menjadi sarana mencapai keadilan. Keadilan
sebagai cita-cita bersama tak pernah terwujud, keadilan hanya milik segelintir
orang yang sedang berkuasa, dikarenakan hukum bisa digantikan dengan uang. ketidakpercayaan masyarakat kepada politik saat ini semakin kian terkikis. Rakyat
melihat keterlibatan moral dalam
setiap pertarungan kepentingan politik, yang
disaksikan adalah korupsi yang semakin melembaga dan menomor satu, korupsi
sudah merajalela kesetiap institusi negara kita, mulai dari pusat sampai
daerah. Kebohongan bukannya berkurang,
akan tetapi semakin menjadi-jadi, banyak janji yang tidak dipenuhi, bahkan
tidak satupun janji yang mereka ucapkan ketika kampanye yang di jalankan, elit
sibuk bagaimana memperkaya diri, untuk mengembalikan uang kampanye yang
dihabiskan. Di satu sisi, kebohongan publik adalah satu kebohongan yang dilakukan
terhadap banyak orang. Tidak lama lagi tahun 2014 kita akan kembali
mendengarkan janji-janji para politisi (orang yang berkecimpung dalam urusan
politik). Tidak jarang dalam menyampaikan janji-janji politik, bermacam cara
dilakukan untuk mengambil hati rakyat. Namun kebohongan yang dilakukan oleh
para politisi dinegeri membuat rakyat sangat membenci perpolotikan pada
akhirnya masyarakat terlihat pesimis dan
apatis. Apa yang dikatakan seseorang negarawan inggris yang menyatakan tentang
politik "We have no permanent friends we have no permanent
enemies" yang artinya kami tidak mempunyai teman yang tetap abadi,
kami hanya mempunyai kepentingan yang kekal abadi, Benar terjadi. Sehingga
sabagian rakyat berasumsi politik itu busuk, jahat, dan rakus. Lantas, benarkah
demikian? Bagaimanakah politik itu dalam pandangan islam? Bisakah para politisi
mengembalikan kepercayaan masyarakat?
Sebelum
lebih jauh kita membahas politik dan dakwah antara kebohongan dan kejujuran, kita lihat
dulu pengertian politik. Politik diambil dari kata "polis" dalam
bahasa Yunani Kuno yang artinya "Kota atau city" "kota"
dalam bahasa itu adalah Negara yang berkuasa, menurut istilah sekarang. Kata
politik berasal dari bahasa Inggris yaitu politia yang menunjukan sifat pribadi
atau perbuatan, secara leksikal, kata asal tersebut berarti acting or
judging wisely, well judged, prudent. Secara istilah, "Politik"
pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politiea yang juga
dikenal dengan Republik. Kemudian muncul karya Aristoteles yang berjudul
politeia dan menjalankan dua karya tersebut sebagai pangkal pemikiran politik.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam
satu sistem (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan
kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang
akan dipakai dari proses ini. Cara yang dipakainya dapat bersifat menyakinkan
(persuasive) dan jika perlu paksaan (coercion).
Dalam Islam
Politik secara lughah, berasal dari kata 'sasa',yasuusu',siyasatan' atau yang
berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al-Muhits mengatakan
bahwa, Sustu ar-ra'iyata siyasatan atau "Berarti saya memerintahnya dan
melarangnya. Dalam soal ini didapatkan kata Arab yang telah dipakai dalam
bahasa Indonesia dalam arti sama "siasat". Dalam arti demikian kata
politik/siasat itu sangat luas jangkauannya dan pemakaiannya. Sebab
"Politik" yang demikian dipakai dalam segala tindak tanduk manusia.
Abdul
Qadim Zallum dalam bukunya Pemikiran Politik Islam mengatakan politik adalah
pemikiran yang berhubungan dengan mengurus kepentingan umat. Pemikiran tersebut
dapat berupa pedoman, keyakinan, hukum, atau aktivitas-aktivitas yang telah,
sedang, atau akan terjadi maupun informasi-informasi. Apabila pemikiran itu
berhubungan dengan realitas yang sedang atau akan terjadi, maka pemikiran itu adalah
politik. Intinya Politik adalah sebuah kenyataan. Da’wah adalah sebuah
cita-cita. Politikus adalah orang yang ahli dalam ilmu politik yang menjadi
tuan rumah yang kadang tidak ramah. Da’i adalah sipendakwah, yang kadang bisa dianggap
musuh dan bisa juga dianggap teman. menurut sejarahnya, da’wah pun bisa menjadi
benih revolusi. Bicara politik adalah bicara tentang sejumlah manusia yang
hidup di suatu negara dengan sebuah sistem pemerintahan yang sedang berjalan,
bukan yang akan atau harus berjalan dengan sistem itu. Dengan kata lain, bicara
tentang politik adalah bicara tentang status quo (keadaan yang berlangsung
sekarang). Menurut Nabi Muhammad, ilmu adalah penentu amal (tindakan,
perlilaku). Kata beliau pula, setiap amal adalah perwujudan niat (motivasi).
Dan, dalam Al-Quran disebutkan tentang adanya segolongan orang yang mempertuhan
diri sendiri dengan motivasi tertentu, tanpa peduli pada pesan suci tuhan.
Bisakah Dakwah Membenahi Politik Kebohongan?
Da’wah yang disampaikan kadang dianggap sebagian orang hanyalah penenang
sementara yang tidak menyentuh kesadaran hidup kita. Jika kita sedikit menoleh
kebelakang Pada hakikatnya dakwah adalah proses belajar-mengajar, alias proses
penyampaian suatu ilmu. Katakanlah bahwa ilmu yang disampaikan itu, dengan cara
apa pun, adalah sebuah ilmu yang pada akhirnya bisa menjelma menjadi sebuah
sistem pemerintahan. Maka, da’wah (proses penyampaian ilmu) itu, akhirnya
(bisa) menjadi sebuah kenyataan politik. Dengan kata lain, kenyataan politik
itu sebenarnya adalah sebuah produk da’wah. Seperti nabi Musa yang berani
menghadap sang maharaja Fir’aun, Musa dan semua rasul Allah adalah jiwa-jiwa
hanif bentukan ilmu Allah. Mereka berjuang, dengan da’wah dan senjata
semata-mata lillahi ta’ala. Tak ada secuil pun ambisi pribadi. Beda dengan Para
pejuang (politisi) yang hanya mengusung ambisi pribadi, dengan menggunakan bait suci tuhan sering sukses menumbangkan
seorang tirani Tapi setelah itu, mereka tampil menjadi tirani (pengusasa
zhalim) yang baru. Mereka menumbangkan Fir’aun untuk menjadi Fir’aun yang lain.
Pandangan Islam Tentang Politik
Islam adalah sutu-satunya agama suci yakni agama
Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi penutup
agama-agama yang telah dibawa sebelumnya oleh para nabi. Islam adalah agama
yang paling sempurna. Didalamnya terdapat semua jawaban atas pernyataan dalam
kehidupan ini yang terdapat dalam al-qur'an yang merupakan mukjizat paling
tinggi yang diberikan Allah Swt kepada Rasulullah Saw. Dalam al-qur'an segala
hal tentang kehidupan manusia diatur dan diberikan petunjuknya, seperti tauhid,
akhlak dan ibadah (muamalah). Politik juga dapat disimpulkan atau dikategorikan
kedalam bidang ibadah (muamalah), yang didalamnya mengatur tentang hubungan
manusia dengan manusia dalam ruang lingkup pemerintahan. Para ahli sepakat
bahwa perkembangan pemikiran politik itu mempunyai hubungan langsung yang tidak
terpisah dengan perkembangan sejarah, hal ini dibuktikan dengan jelas dalam
"Pemikiran Politik Islam" dimana sejarah Islam itu sendirilah yang
membawa dan mencetuskan "Politik Islam" dengan "Sejarah
Islam" sejalan dengan masing-masing saling menyempurnakan ibarat darah dan
daging.
Dalam Islam politik pertama kali dilakukan oleh
nabi-nabi, para nabi diutus oleh Allah Swt untuk membentuk manusia, mengadakan
masyarakat dan ummat dengan tujuan untuk melaksanakan ajaran-ajaran dan
perintah Allah Swt dalam satu lembaga yang berkuasa "Divine
Sovereignity". Sebagai contoh yang dialami oleh Nabi Daud SA dan Nabi
Sulaiman SA yang bertindak sebagai raja. Bukti lain yang tidak kalah
mengagumkannya yaitu ketika Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah mendirikan
Negara Madinah yang dimulai dengan peringatan hijrah. Dimana menurut H.A.R gibb
hijriah dapat dipandang pada umumnya sebagai satu titik perubahan yang memberi
satu permulaan massa baru dalam hidup "Muhammad" dan akhlaknya.
Nah, jika ditinjau negara yang didirikan
Rasulullah Saw beserta kaum muslimin di Madinah, maka ia telah melakukan satu
tindakan politik jika diukur dengan istilah politik dewasa ini. Politik dalam
Islam disebut Siyasah yang bermakna mengatur urusan ummat, yang dilaksanakan oleh
Negara (Pemerintah) maupun ummat. Dalam al-qur'an tidak tertulis secara
tekstuil mengenai kata siyasah. Namun dalam QS. Annisa: 58-59 membahas tentang
menyerahkan amanat dan penghormatan kepada pemimpin. Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (58) Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (Q.S Annisa: 58-59).
Dua ayat diatas yaitu 58 dan 59 dalam Q.S Annisa
adalah dasar yang telah diturunkan oleh Allah Swt dengan wahyu sebagai pokok
pertama didalam mendirikan sesuatu kekuasaan, atau suatu pemerintahan,
sekaligus untuk menaati pemimpin yang memimpin umat.
Yang pertama adalah menyerahkan amanat kepada
ahlinya. Tegasnya, hendaklah seluruh pelaksana pemerintahan, seluruh aparat
pemerintah diberikan kepada orang yang bisa memegang amanat, orang yang ahli.
Hak pertama ialah pada rakyat, atau dalam istilah agama, pada ummat pilihan
utama puncak pimpinan Negara, yang juga bisa disebut dengan khalifah, sultan
dan presiden. Yang kedua ialah pemerintah untuk menaati Allah Swt. Rasul dan
Ulil amri (pemimpin), dengan syariat tidak bertentangan dengan hukum-hukum
Allah Swt yang terdapat dalam al-qur'an dan al-hadist yang menjadi petunjuk
hidup ummat Islam.
Dengan demikian dari tinjauan Islam ada dua jenis
politik, yaitu Politik kualitas tinggi (High politics) dan politik berkualitas
rendah (low politics). Paling tidak ada tiga ciri yang harus dimiliki politik
berkualitas tinggi atau oleh mereka yang mengizinkan terselenggaranya high
politics Yakni:
Pertama, Setiap jabatan politik hakekatnya berupa
amanah dari masyarakat yang harus dipelihara sebaik baiknya. Amanah itu tidak
boleh disalahgunakan, misalnya untuk memperkaya diri atau menguntungkan kepentingan
golongan sendiri dan menelantarkan kepentingan umum.
Kedua, erat yang disebut di atas, setiap jabatan
politik mengandung dalam dirinya Mas uliyyah atau pertanggung jawaban
(accountability), sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, setiap orang pada
dasarnya pemimpin yang harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dan
tugas-tugasnya.
Kesadaran akan tanggung jawab ini bukan terbatas
dihadapkan pada institusi-institusi atau lembaga yang bersangkutan, lebih
penting lagi adalah tanggung jawab dihadapan Allah SWT, dan dihadapan mahkamah
yang lebih adil besok yakni Akhirat. Bagi umat Islam mutlak pentingnya Iman
kepada Allah SWT dan pertanggung jawaban kita dihadapannya. Seorang politikus,
pejabat, atau negarawan yang kesadaran tanggung jawabnya pada tuhan sangat
dalam secara otomatis memiliki built-in control yang tidak ada takarannya. Ia
memiliki kendali dari (self restrain) yang sangat kuat untuk tidak terperosok
kedalam rawa-rawa kemunafikan.
Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkan secara
ketat dengan prinsip uhkuwah (brotherhood), yakni persaudaraan diantara sesama
umat manusia. Dalam arti luar meliputi batas-batas etnik, rasial, agama, latar
belakang social, keturunan dan lain sebagainya. Misalnya, setiap orang terlepas
dari latar belakang manapun ia datang, jika di pukul pasti merasa sakit, jika
tidak makan pasti akan merasa lapar dan seterusnya. Oleh karena itu, kegiatan
politik kualitas tinggi akan menyadari gaya politik konfrontatif yang penuh
dengan konflik dan melihat pihak lain sebagai pihak yang harus dieliminasi.
Sebaliknya, gaya politik yang diambil adalah penuh dengan uhkuwah mencari
saling pengertian dan membangun kerjasama dunia seoptimal mungkin dalam
menunaikan tugas-tugas kekhalifahan.
High politik Dengan ciri-ciri minimal seperti disebutkan
diatas sangat kondusif bagi pelaksanaan Amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana
yang dimaksud dalam QS. Al-Hajj: 4 Artinya: "Yang telah ditetapkan
terhadap syaitan itu, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia, tentu dia
akan menyesatkannya, dan membawanya ke adzab neraka." Berbeda halnya
dengan politik kualitas rendah yang pada umumnya justru di masuki di
Negara-negara terbelakang bahkan Negara muslim. Politik rendah disini lebih
dikenal dengan nama low politic. Apabila ditinjau dari sudut pandang Islam,
politik semacam ini tidak sesuai dengan tujuan dakwah, melainkan sebaliknya
justru menjagal dakwah, merusak rekonstruksi masyrakat yang Islami.
ciri-ciri low politic yang dikutip Amin Rais dari
buku The prince karangan Machiavellis yang dikenal dengan Politik Machia
vellies.
Pertama, kekerasan (violence), brutalitas dan
kekejaman merupakan cara-cara yang sering kali perlu diambil oleh penguasa.
Baginya, kekerasan, brutalitas dan kekejaman dapat digunakan kapan saja,
asalkan tujuan yang dikejar bisa dicapai. Karena inilah terkenal dengan
semboyan tujuan menghalalkan segala cara.
Kedua, penaklukan total atas
musuh-musuh politik nilai sebagai sumum bunun (kebajikan puncak). Musuh tidak
boleh diberikan kesempatan untuk bangkit dan kalau perlu diperlukan sebagai
bangkai bukan sebagai manusia.
Ketiga, menjalankan kehidupan politik seorang
penguasa harus dapat bermain seperti binatang buas, terutama seperti singa dan
sekaligus anjing pemburu.
Nah, jika politik kualitas rendah yang dugunakan oleh politisi kita dalam
membangun keprrcayaan masyarakat tentu
akan mengecewakan rakyat, karena politik kualitas rendah ini tidak akan
berjalan paralel dengan tujuan dakwah yang mengajak umat manusia berada di
jalan Allah SWT. Bagi kita manusia yang berakal, (politisi, rakyat)
penulis mengajak kita semua pembaca, untuk betul-betul mendakwahkan ilmu tuhan
demi tegaknya keadilan serta menjauhi dari politik bohong yang sudah lama
meninabobokan kita dengan kata-kata manisnya, di tahun 2014 mari kita lahirkan
pemimpin yang mau berbuat untuk negara demi kepentingan rakyat tegaknya
keadilan dan kebenaran. kita sangat merindukan tegaknya moral bangsa kita yang
telah di perjuangkan oleh pendahulu kita. Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar