Senin, 27 Mei 2013

POLITIK DAN DAKWAH

Politik masa kini tidak lagi jalan menuju kemerdekaan, pembangunan ekonomi, sosial budaya, bukan lagi sarana membentengi bangsa dari ancaman pengaruh asing yang negatif, budaya korupsi, dan kebohongan publik terus dan sulit untuk berhenti, ibarat pribahasa “anjing mengongong kafilah berlalu”. Korupsi, yang mana hukum tidak lagi menjadi sarana mencapai keadilan. Keadilan sebagai cita-cita bersama tak pernah terwujud, keadilan hanya milik segelintir orang yang sedang berkuasa, dikarenakan hukum bisa digantikan dengan uang.  ketidakpercayaan masyarakat kepada  politik saat ini semakin kian terkikis. Rakyat  melihat keterlibatan moral dalam setiap  pertarungan kepentingan politik,   yang disaksikan adalah korupsi yang semakin melembaga dan menomor satu, korupsi sudah merajalela kesetiap institusi negara kita, mulai dari pusat sampai daerah. Kebohongan  bukannya berkurang, akan tetapi semakin menjadi-jadi, banyak janji yang tidak dipenuhi, bahkan tidak satupun janji yang mereka ucapkan ketika kampanye yang di jalankan, elit
sibuk bagaimana memperkaya diri, untuk mengembalikan uang kampanye yang dihabiskan. Di satu sisi, kebohongan publik adalah satu kebohongan yang dilakukan terhadap banyak orang. Tidak lama lagi tahun 2014 kita akan kembali mendengarkan janji-janji para politisi (orang yang berkecimpung dalam urusan politik). Tidak jarang dalam menyampaikan janji-janji politik, bermacam cara dilakukan untuk mengambil hati rakyat. Namun kebohongan yang dilakukan oleh para politisi dinegeri membuat rakyat sangat membenci perpolotikan pada akhirnya masyarakat terlihat  pesimis dan apatis. Apa yang dikatakan seseorang negarawan inggris yang menyatakan tentang politik "We have no permanent friends we have no permanent enemies" yang artinya kami tidak mempunyai teman yang tetap abadi, kami hanya mempunyai kepentingan yang kekal abadi, Benar terjadi. Sehingga sabagian rakyat berasumsi politik itu busuk, jahat, dan rakus. Lantas, benarkah demikian? Bagaimanakah politik itu dalam pandangan islam? Bisakah para politisi mengembalikan kepercayaan masyarakat?

Sebelum lebih jauh kita membahas politik dan dakwah  antara kebohongan dan kejujuran, kita lihat dulu pengertian politik. Politik diambil dari kata "polis" dalam bahasa Yunani Kuno yang artinya "Kota atau city" "kota" dalam bahasa itu adalah Negara yang berkuasa, menurut istilah sekarang. Kata politik berasal dari bahasa Inggris yaitu politia yang menunjukan sifat pribadi atau perbuatan, secara leksikal, kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Secara istilah, "Politik" pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politiea yang juga dikenal dengan Republik. Kemudian muncul karya Aristoteles yang berjudul politeia dan menjalankan dua karya tersebut sebagai pangkal pemikiran politik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam satu sistem (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai dari proses ini. Cara yang dipakainya dapat bersifat menyakinkan (persuasive) dan jika perlu paksaan (coercion).

Dalam Islam Politik secara lughah, berasal dari kata 'sasa',yasuusu',siyasatan' atau yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al-Muhits mengatakan bahwa, Sustu ar-ra'iyata siyasatan atau "Berarti saya memerintahnya dan melarangnya. Dalam soal ini didapatkan kata Arab yang telah dipakai dalam bahasa Indonesia dalam arti sama "siasat". Dalam arti demikian kata politik/siasat itu sangat luas jangkauannya dan pemakaiannya. Sebab "Politik" yang demikian dipakai dalam segala tindak tanduk manusia.

Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Pemikiran Politik Islam mengatakan politik adalah pemikiran yang berhubungan dengan mengurus kepentingan umat. Pemikiran tersebut dapat berupa pedoman, keyakinan, hukum, atau aktivitas-aktivitas yang telah, sedang, atau akan terjadi maupun informasi-informasi. Apabila pemikiran itu berhubungan dengan realitas yang sedang atau akan terjadi, maka pemikiran itu adalah politik. Intinya Politik adalah sebuah kenyataan. Da’wah adalah sebuah cita-cita. Politikus adalah orang yang ahli dalam ilmu politik yang menjadi tuan rumah yang kadang tidak ramah. Da’i adalah sipendakwah, yang kadang bisa dianggap musuh dan bisa juga dianggap teman. menurut sejarahnya, da’wah pun bisa menjadi benih revolusi. Bicara politik adalah bicara tentang sejumlah manusia yang hidup di suatu negara dengan sebuah sistem pemerintahan yang sedang berjalan, bukan yang akan atau harus berjalan dengan sistem itu. Dengan kata lain, bicara tentang politik adalah bicara tentang status quo (keadaan yang berlangsung sekarang). Menurut Nabi Muhammad, ilmu adalah penentu amal (tindakan, perlilaku). Kata beliau pula, setiap amal adalah perwujudan niat (motivasi). Dan, dalam Al-Quran disebutkan tentang adanya segolongan orang yang mempertuhan diri sendiri dengan motivasi tertentu, tanpa peduli pada pesan suci tuhan.


Bisakah Dakwah Membenahi Politik Kebohongan?
Da’wah yang disampaikan kadang  dianggap sebagian orang hanyalah penenang sementara yang tidak menyentuh kesadaran hidup kita. Jika kita sedikit menoleh kebelakang Pada hakikatnya dakwah adalah proses belajar-mengajar, alias proses penyampaian suatu ilmu. Katakanlah bahwa ilmu yang disampaikan itu, dengan cara apa pun, adalah sebuah ilmu yang pada akhirnya bisa menjelma menjadi sebuah sistem pemerintahan. Maka, da’wah (proses penyampaian ilmu) itu, akhirnya (bisa) menjadi sebuah kenyataan politik. Dengan kata lain, kenyataan politik itu sebenarnya adalah sebuah produk da’wah. Seperti nabi Musa yang berani menghadap sang maharaja Fir’aun, Musa dan semua rasul Allah adalah jiwa-jiwa hanif bentukan ilmu Allah. Mereka berjuang, dengan da’wah dan senjata semata-mata lillahi ta’ala. Tak ada secuil pun ambisi pribadi. Beda dengan Para pejuang (politisi) yang hanya mengusung ambisi pribadi, dengan menggunakan  bait suci tuhan sering sukses menumbangkan seorang tirani Tapi setelah itu, mereka tampil menjadi tirani (pengusasa zhalim) yang baru. Mereka menumbangkan Fir’aun untuk menjadi Fir’aun yang lain.

Pandangan Islam Tentang Politik
Islam adalah sutu-satunya agama suci yakni agama Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi penutup agama-agama yang telah dibawa sebelumnya oleh para nabi. Islam adalah agama yang paling sempurna. Didalamnya terdapat semua jawaban atas pernyataan dalam kehidupan ini yang terdapat dalam al-qur'an yang merupakan mukjizat paling tinggi yang diberikan Allah Swt kepada Rasulullah Saw. Dalam al-qur'an segala hal tentang kehidupan manusia diatur dan diberikan petunjuknya, seperti tauhid, akhlak dan ibadah (muamalah). Politik juga dapat disimpulkan atau dikategorikan kedalam bidang ibadah (muamalah), yang didalamnya mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia dalam ruang lingkup pemerintahan. Para ahli sepakat bahwa perkembangan pemikiran politik itu mempunyai hubungan langsung yang tidak terpisah dengan perkembangan sejarah, hal ini dibuktikan dengan jelas dalam "Pemikiran Politik Islam" dimana sejarah Islam itu sendirilah yang membawa dan mencetuskan "Politik Islam" dengan "Sejarah Islam" sejalan dengan masing-masing saling menyempurnakan ibarat darah dan daging.

Dalam Islam politik pertama kali dilakukan oleh nabi-nabi, para nabi diutus oleh Allah Swt untuk membentuk manusia, mengadakan masyarakat dan ummat dengan tujuan untuk melaksanakan ajaran-ajaran dan perintah Allah Swt dalam satu lembaga yang berkuasa "Divine Sovereignity". Sebagai contoh yang dialami oleh Nabi Daud SA dan Nabi Sulaiman SA yang bertindak sebagai raja. Bukti lain yang tidak kalah mengagumkannya yaitu ketika Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah mendirikan Negara Madinah yang dimulai dengan peringatan hijrah. Dimana menurut H.A.R gibb hijriah dapat dipandang pada umumnya sebagai satu titik perubahan yang memberi satu permulaan massa baru dalam hidup "Muhammad" dan akhlaknya.

Nah, jika ditinjau negara yang didirikan Rasulullah Saw beserta kaum muslimin di Madinah, maka ia telah melakukan satu tindakan politik jika diukur dengan istilah politik dewasa ini. Politik dalam Islam disebut Siyasah yang bermakna mengatur urusan ummat, yang dilaksanakan oleh Negara (Pemerintah) maupun ummat. Dalam al-qur'an tidak tertulis secara tekstuil mengenai kata siyasah. Namun dalam QS. Annisa: 58-59 membahas tentang menyerahkan amanat dan penghormatan kepada pemimpin. Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (58) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S Annisa: 58-59).
 
Dua ayat diatas yaitu 58 dan 59 dalam Q.S Annisa adalah dasar yang telah diturunkan oleh Allah Swt dengan wahyu sebagai pokok pertama didalam mendirikan sesuatu kekuasaan, atau suatu pemerintahan, sekaligus untuk menaati pemimpin yang memimpin umat.
Yang pertama adalah menyerahkan amanat kepada ahlinya. Tegasnya, hendaklah seluruh pelaksana pemerintahan, seluruh aparat pemerintah diberikan kepada orang yang bisa memegang amanat, orang yang ahli. Hak pertama ialah pada rakyat, atau dalam istilah agama, pada ummat pilihan utama puncak pimpinan Negara, yang juga bisa disebut dengan khalifah, sultan dan presiden. Yang kedua ialah pemerintah untuk menaati Allah Swt. Rasul dan Ulil amri (pemimpin), dengan syariat tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah Swt yang terdapat dalam al-qur'an dan al-hadist yang menjadi petunjuk hidup ummat Islam.
Dengan demikian dari tinjauan Islam ada dua jenis politik, yaitu Politik kualitas tinggi (High politics) dan politik berkualitas rendah (low politics). Paling tidak ada tiga ciri yang harus dimiliki politik berkualitas tinggi atau oleh mereka yang mengizinkan terselenggaranya high politics Yakni:

Pertama, Setiap jabatan politik hakekatnya berupa amanah dari masyarakat yang harus dipelihara sebaik baiknya. Amanah itu tidak boleh disalahgunakan, misalnya untuk memperkaya diri atau menguntungkan kepentingan golongan sendiri dan menelantarkan kepentingan umum.

Kedua, erat yang disebut di atas, setiap jabatan politik mengandung dalam dirinya Mas uliyyah atau pertanggung jawaban (accountability), sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, setiap orang pada dasarnya pemimpin yang harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dan tugas-tugasnya.
Kesadaran akan tanggung jawab ini bukan terbatas dihadapkan pada institusi-institusi atau lembaga yang bersangkutan, lebih penting lagi adalah tanggung jawab dihadapan Allah SWT, dan dihadapan mahkamah yang lebih adil besok yakni Akhirat. Bagi umat Islam mutlak pentingnya Iman kepada Allah SWT dan pertanggung jawaban kita dihadapannya. Seorang politikus, pejabat, atau negarawan yang kesadaran tanggung jawabnya pada tuhan sangat dalam secara otomatis memiliki built-in control yang tidak ada takarannya. Ia memiliki kendali dari (self restrain) yang sangat kuat untuk tidak terperosok kedalam rawa-rawa kemunafikan.

Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkan secara ketat dengan prinsip uhkuwah (brotherhood), yakni persaudaraan diantara sesama umat manusia. Dalam arti luar meliputi batas-batas etnik, rasial, agama, latar belakang social, keturunan dan lain sebagainya. Misalnya, setiap orang terlepas dari latar belakang manapun ia datang, jika di pukul pasti merasa sakit, jika tidak makan pasti akan merasa lapar dan seterusnya. Oleh karena itu, kegiatan politik kualitas tinggi akan menyadari gaya politik konfrontatif yang penuh dengan konflik dan melihat pihak lain sebagai pihak yang harus dieliminasi. Sebaliknya, gaya politik yang diambil adalah penuh dengan uhkuwah mencari saling pengertian dan membangun kerjasama dunia seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas kekhalifahan.

High politik Dengan ciri-ciri minimal seperti disebutkan diatas sangat kondusif bagi pelaksanaan Amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang dimaksud dalam QS. Al-Hajj: 4 Artinya: "Yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke adzab neraka." Berbeda halnya dengan politik kualitas rendah yang pada umumnya justru di masuki di Negara-negara terbelakang bahkan Negara muslim. Politik rendah disini lebih dikenal dengan nama low politic. Apabila ditinjau dari sudut pandang Islam, politik semacam ini tidak sesuai dengan tujuan dakwah, melainkan sebaliknya justru menjagal dakwah, merusak rekonstruksi masyrakat yang Islami. 

ciri-ciri low politic yang dikutip Amin Rais dari buku The prince karangan Machiavellis yang dikenal dengan Politik Machia vellies.
Pertama, kekerasan (violence), brutalitas dan kekejaman merupakan cara-cara yang sering kali perlu diambil oleh penguasa. Baginya, kekerasan, brutalitas dan kekejaman dapat digunakan kapan saja, asalkan tujuan yang dikejar bisa dicapai. Karena inilah terkenal dengan semboyan tujuan menghalalkan segala cara. 

Kedua, penaklukan total atas musuh-musuh politik nilai sebagai sumum bunun (kebajikan puncak). Musuh tidak boleh diberikan kesempatan untuk bangkit dan kalau perlu diperlukan sebagai bangkai bukan sebagai manusia.

Ketiga, menjalankan kehidupan politik seorang penguasa harus dapat bermain seperti binatang buas, terutama seperti singa dan sekaligus anjing pemburu.

Nah, jika politik kualitas rendah  yang dugunakan oleh politisi kita dalam membangun keprrcayaan masyarakat tentu  akan mengecewakan rakyat, karena politik kualitas rendah ini tidak akan berjalan paralel dengan tujuan dakwah yang mengajak umat manusia berada di jalan Allah SWT. Bagi kita manusia yang berakal, (politisi, rakyat) penulis mengajak kita semua pembaca, untuk betul-betul mendakwahkan ilmu tuhan demi tegaknya keadilan serta menjauhi dari politik bohong yang sudah lama meninabobokan kita dengan kata-kata manisnya, di tahun 2014 mari kita lahirkan pemimpin yang mau berbuat untuk negara demi kepentingan rakyat tegaknya keadilan dan kebenaran. kita sangat merindukan tegaknya moral bangsa kita yang telah di perjuangkan oleh pendahulu kita. Semoga

Tidak ada komentar: